Di negara seperti Jepang dan Indonesia, kata “tsunami” adalah kata yang familiar dan secara emosional menimbulkan perasaan yang menakutkan karena kata ini identik dengan bencana alam yang dahsyat dan menelan korban jiwa yang besar. Entah sudah berapa kali terjadi tsunami di negara kita, mungkin sudah ratusan bahkan ribuan kali semenjak bumi di huni oleh makhluk hidup.
Pada tahun 2004 Indonesia mengalami tsunami dengan korban jiwa terbesar di seluruh dunia. Tsunami ini terjadi tidak hanya di Aceh, Indonesia tapi juga menimpa negara-negara tetangga di kawasan sekitar seperti Thailand, Bangladesh, hingga jauh ke Srilangka dan India. Tidak seperti di Jepang, walaupun sama-sama sering dilanda tsunami, secara umum -sayangnya- kesadaran akan bahaya tsunami di Indonesia masih sangat rendah.
Apa yang dimaksud dengan tsunami?
Kata tsunami bukanlah kata yang berasal dari kosakata bahasa indonesia melainkan berasal dari negara Jepang. Karena seringnya negara ini terkena tsunami dan setiap terjadi tsunami mereka selalu mencatatnya bahkan melukiskannya sehingga kata ini menjadi salah satu inspirasi seni bagi masyarakat Jepang. Salah satu karya seni Jepang paling terkenal dan ikonik adalah lukisan ombak besar yang menggambarkan tsunami.
Dalam bahasa jepang, kata tsunami adalah gabungan dua kata yaitu tsu yang artinya adalah pelabuhan dan nami yang memiliki makna gelombang sehingga secara harfiah tsunami berarti gelombang pelabuhan. Awalnya tsunami dipersepsi sebagai gelombang pasang yang biasa muncul di pantai atau pelabuhan. Karena memang secara visual gelombang ini nampak seperti gelombang pasang namun dengan skala yang lebih besar dari segi ukuran maupun kerusakan yang ditimbulkannya.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan teknologi, tsunami berhasil di identifikasi sebagai fenomena yang berbeda dengan air pasang. Peristiwa ini tidak hanya terjadi di pelabuhan tapi di seluruh pantai bahkan bukan hanya terjadi di lautan tapi juga di danau pun bisa terjadi. Akibatnya banyak para ahli geologis dan kelautan yang menolak istilah ini karena kurang tepat menggambarkan fenomena gelombang tersebut. Namun karena sudah menjadi kata yang umum dan meluas untuk menggambarkan fenomena gelombang pasang yang merusak ini maka kata tsunami menjadi kata resmi untuk nama gelombang ini.
Sebenarnya ada beberapa kata dari negara atau suku lain yang lebih cocok merepresentasikan gelombang ini seperti : kata smong menurut penduduk Pulau Simeulue atau emong menurut Bahasa Sigulai. Namun karena tsunami sudah lebih populer digunakan maka kata-kata ini tidak digunakan secara umum untuk menggambarkan peristiwa gelombang merusak ini.
🙁 Wah sayang dong, apa nggak ada kata Bahasa di Indonesia yang menjadi kata internasional atau ilmiah untuk menjelaskan peristiwa bencana?
🙂 Eit, jangan kecewa dulu. Ada kok kata Bahasa Indonesia tepatnya dari Bahasa Jawa yang digunakan secara internasional untuk menggambarkan bencana, yaitu kata “lahar” untuk menggambarkan aliran material vulkanik yang berupa campuran air, pasir, kerikil, dan batuan yang mengalir dari pegunungan ke lembah di bawahnya.
Asal-Usul Penyebab Timbulnya Tsunami
Secara umum penyebab timbulnya tsunami adalah terjadi proses perpindahan volume sejumlah besar air secara tiba-tiba. Peristiwa perpindahan volume air ini timbul karena adanya gempa di bawah laut, longsor, aktivitas letusan gunung api, ataupun meteor berukuran besar yang menghantam laut.
Dari semua penyebab terjadinya tsunami hampir 90% terjadi karena gempa bumi di bawah laut. Di Indonesia ini gempa bumi bawah laut yang sering menimbulkan tsunami namun pada peristiwa letusan krakatu tahun 1883 korban jiwa terbesar justru berasal dari efek tsunami yang muncul akibat letusan gunung tersebut. Letusan krakatu menyebabkan hancurnya badan gunung sehingga menimbulkan longsoran yang menyebabkan perpindahan volume air laut secara besar-besaran hingga berubah menjadi tsunami yang menyapu pantai jawa barat dan lampung.
Gelombang tsunami mulai muncul di pusat episentrum gempa, apabila terjadi di tengah laut maka tinggi gelombang tsunami tidaklah begitu signifikan. Paling hanya beberapa centimeter sampai sekitar 1 meter sehingga kapal-kapal yang berlayar di tengah laut seringkali tidak mengetahui kalau terjadi tsunami di daratan. Kecepatan dan massa air laut yang pindah tergantung dengan kedalaman air laut.
Bila terjadi di laut yang dalam maka massa air yang dipindahkan menjadi sangat besar dan kecepatan gelombang tsunami bisa sampai ratusan km per-jam. Saat menyentuh daratan kecepatannya berkurang menjadi sekitar 50 km/jam dan tinggi gelombang bisa mencapai puluhan meter seolah-olah membentuk dinding air yang tinggi. Dengan kecepatan sebesar ini dan di ikuti massa air yang sangat besar maka kehancuran yang ditimbulkannya akan luar biasa. Bisa dilihat pada tsunami Aceh seluruh rumah penduduk bisa musnah dibawa ombak.
Saat gelombang tsunami menerpa daratan, gelombang tersebut bisa merayap masuk dari sekian ratus meter hingga sampai beberapa kilometer dari bibir garis pantai. Seringkali efek dari tsunami ini adalah perubahan geografis dan geologis pantai. Pada tsunami Aceh daerah yang dulunya daratan dan berada di bibir pantai menghilang dan menjadi lautan. Ini terjadi karena peristiwa tsunami di Aceh disebakan adanya tumbukan lempeng yang menyebabkan patahan dan kawasan Aceh mengalami sesar turun sehingga ada banyak daerah di Aceh yang mengalami penurunan tinggi sehingga akibatnya sebagaian daratan ada yang masuk menjadi lautan.
Megatsunami atau tsunami dengan ukuran yang sangat besar dengan ketinggian dinding air laut hingga ratusan meter terjadi apabila terjadi gempa dengan patahan yang tegak lurus permukaan bumi, longsorang gunung api dalam jumlah yang sangat besar sehingga mengganggu keseimbangan air laut. atau jatuhnya meteor berukuran besar yang tegak lurus permukaan bumi, sangat berpotensi menimbulkan tsunami dalam skala raksasa.
Jenis Gempa yang Menyebabkan Tsunami
Setidaknya ada tiga jenis gempa yang dapat menimbukan tsunami, antara lain : gempa bumi yang episentrumnya berada di tengah laut dan memiliki kedalaman sampai dengan 30 km, gempa bumi dengan kekuatan gempa sekurangnya berada pada ukuran 6,5 Skala Richter, dan gempa bumi yang terjadi akibat gesekan lempeng tektonik dengan fenomena berupa sesar turun atau sesar naik.
Pariwara :